Sinetron Covid-19 Indonesia Lain Daripada Yang Lain
Rasanya sudah jengah sekali ya kita mendengar berita di televisi atau medsos tentang Covid-19 yang tidak ada ujungnya. Sudah hampir setahun serangan virus ini melanda dunia dan belum ada tanda akan berhenti ke keadaan normal.
Apalagi di Indonesia, cerita covid seperti sinteron indosiar yang heboh bukan main. Saya akan coba review sedikit aja deh terkait sinetron ini daripada gak nulis apa-apa.
Bermula di awal tahun, berita serangan virus Corona yang melanda kota Wuhan mulai merebak. Ribuan orang terpapar dan pemerintah Cina langsung seketika itu menutup alias lock down Wuhan untuk antisipasi virus menyebar.
Namun nampaknya virus telah menyebar sebelum pergantian tahun ke semua penjuru bumi. Alhasil negara-negara lain mulai dilanda pandemi dengan cepat.
Lalu gimana dengan Indonesia?. Kita mah masih santuy coy, bandara masih dibuka dan pejabat negara masih santuy karena belum ada kasus terdeteksi. Sampai beberapa bulan belum ada kasus, salah satu menteri juga bilang bahwa masyarakat kita kebal atau apalah gitu.
Eh pas bulan Maret akhirnya kasus 01 mulai terdeteksi lalu disusul ada karantina awak kapal pesiar dari Cina yang diberitain heboh banget sampai live di TV.
Setelah itu masyarakat panik dan mulai memburu masker. Mulai dah muncul mafia masker, sampai-sampai harga masker di pasaran udah gak karu-karuan. Edan.
Masyarakat mulai belanja skala besar, bawa karung ke supermarket buat persediaan di rumah. Udah mulai chaos aja ini negara.
Lanjut selang beberapa minggu kemudian, presiden tampil di televisi dan menyatakan bahwa virus Corona tidak berbahaya jadi masyarakat gak usah panik. Weleh hingga saat ini juga udah puluhan ribu orang mati pak!.
Habis itu muncul dokter influencer berinisial T yang heboh dengan postingan yang menggebu-gebu dan tampil spartan dengan meminta pemerintah untuk lock down seperti negara lain.
Presiden nampaknya masih bingung, dikarantina /lock down ntar ekonomi gak berjalan. Mau ngasih pakan ke rakyat juga duitnya tekor. Jadi labil nih, akhirnya munculah istilah PSBB dan nanti disusul PSBM dan apalagi ya nanti mungkin PSSI, Persib, PSMS atau apalah...he (bercanda).
Waktu berjalan dan grafik case Covid terus menanjak khususnya di wilayah Jakarta. Masyarakat dilarang mudik saat lebaran meski bisa kucing-kucingan juga.
Kegiatan sekolah juga dirubah menjadi pembelajaran jarak jauh alias daring dan tidak boleh ada pembelajaran tatap muka.
Pemerintah lalu membentuk satgas Covid yang tiap sore hari ngumumin jumlah infeksi baru. Nampkanya tayangan ini punya rating paling tinggi. Pantesan bayak iklan.
Akhirnya setelah beberapa bulan, bosan juga dan pemerintah tidak lagi mengumukan via televisi terkait penambahan case covid. Jadi berita covid banyak beralih ke kanal-kanal medsos untuk melihat perkembangannya atau lihat web pemerintah langsung.
Lanjut, waktu berjalan dan tenaga kesehatan sudah banyak gugur begitupun pasien covid. Presiden makin cemas tapi kayaknya masyarakat ga cemas juga.
PSBB kemudian berevolusi menjadi new normal. Weleh padahal kasus covid masih gitu-gitu aja. Masyarakat seolah bereforia. Kantor-kantor mulai buka meski dijadwal dan beberapa pasar dan pusat perbelanjaan mulai dibuka dengan protokol ketat katanya.
Eh, selang beberapa minggu case Covid mulai naik tajam lagi dan Jakarta melakukan rem darurat karena ketersediaan kamar isolasi dikhawatirkan overload.
PSBB kembali diketatkan dan jadwal transportasi di Jakarta mulai dikurangi. Alhasil penyebaran wabah bisa ditekan selang beberapa minggu kemudian.
Momen kerumunan ekstrim terjadi saat demo buruh gara-gara disahkannya UU Omnisbuslaw.
Menjelang akhir tahun pilkada tetap digelar dan para paslon malah membuat kerumunan saat pendaftaran begitupun saat kampanye. Pejabatnya juga ternyata sama saja gak tahu diri.
Belum sampai disitu, salah satu tokoh agama kharismatik HRS pulang kampung dan membuat kerumunan luar binasa di bandara sampai menggelar acara hajatan.
Gile, gak mikir dan gak punya empati apa ya?. Sekelas tokoh panutan tapi tidak punya critical thinking, sori ya ini jujur-jujuran aja.
Lalu berita televisi dan medsos mengerucut ke kerumunan HRS tadi sampai-sampai menjadi trending (hingga kini). Mulai dari drama masuk rumah sakit, kabur lewat belakang, gak mau SWAB dan lainnya.
Sekarang gubernur DKI dan wagub juga kena covid sama dengan gubernur dan pejabat lainnya yang sudah terkena lebih dahulu. Lalu apakah masyarakat itu hanya tinggal menunggu giliran saja untuk terinfeksi?.
Bicara tentang vaksin, beritanya udah heboh dari pertengahan tahun dan sampai sekarang masih belum jelas. Rakyat kita nampaknya beranggapan bikin vaksin sama kaya bikin mie rebus kali ya?.
Ah, sudahlah memang negeri ini beda dari yang lain. Kita tunggu saja akhir dari cerita Covid ini dan semoga badai pademi ini segera hilang dan kita kembali hidup dengan normal se normal normalnya.
Baca juga: Awas hoax berita fenomena geosfer!!