Obrolan di Warung Kopi, Anjing!!
Sore kemarin saya pergi ke warung kopi depan rumah untuk beli mie goreng karena sore itu tiba-tiba lapar banget dan lagi males buat sesuatu di dapur. Alhasil ya sudah saya ke depan saja jajan.
Masuk ke warung kopi, saya melihat ada tiga orang anak remaja sedang nongkrong dengan pegang gadget masing-masing dengan rokok di tangan dan rambut yang pada gondrong.
Mereka asyik ngobrol sambil main game online di gadget masing-masing, khasnya anak milenial saat ini yang freedom.
Saya pun berkesimpulan pasti ini anak-anak sekolah online karena model rambutnya gondrong. Memang anak-anak saya di sekolah juga pada gondrong karena setahun pandemi ini mereka gak ke sekolah jadi bebas gak cukur rambut, toh peraturan sekolah gak ngelarang juga.
Singkat cerita saya pesan mie goreng pake telor ke penjaga warung, lalu saya duduk menunggu pesanan sambil mendengarkan obrolan tiga anak muda tersebut.
Usut punya usut mereka ngobrolin tentang ujian atau ulangan sekolah yang model online dan banyak nyontek-nyonteknya, kan ga ada yang ngawasin juga, cuma malaikat aja yang ngawas. Jadi memang di model online itu ulangan sangat sulit dilihat kejujurannya, kita hanya pasrah aja sebagai guru, yang penting udah ngasih tahu bahwa kejujuran adalah yang utama.
Kemudian dalam obrolan anak muda tersebut banyak sekali kata "Anjing" keluar, seperti "anjing, loe tahu kagak itu si dia bego banget anjing". Pokoknya mungkin setiap 3 detik keluar kata si "Anjing". Saya perhatikan selama sekitar 4 menitan, bahasa yang diucapkan sangat jauh dari bahasa santun sesuai kaidah kesopanan, tapi memang di kalangan anak muda bahasa slank tersebut sudah menjadi konsensus dan jika gak gitu maka akan dianggap "aneh".
Jadi kata "anjing " ini memang seperti lalap, gak lengkap kalau ngomong apalagi sama teman sebaya gak pakai kata "anjing". Di masyarakat Sunda pun anak-anak remaja sudah pasti seperti itu. Nah karena saya sekarang tinggal di Betawi jadi pastinya anak-anaknya adalah anak Betawi, kelihatan dari logatnya juga.
Apakah fenomena ini adalah sebuah kemunduran?. Dalam aspek sosial mungkin bisa dikatakan iya, tapi dalam kamus anak muda, kata "anjing" itu malah menjadi cara untuk lebih mengakrabkan satu sama lain, iya kan?.
Jadi gimana ya perasaan mahluk Tuhan yang dinamakan "anjing" di Indonesia, karena sering dipakai manusia buat bahasa slank?. Gimana kalau anjing punya perasaan kaya manusia?.
Itulah sekelumit catatan harian tentang kehidupan sosial anak muda kita yang memang perlu menjadi perhatian bagi kita kaum pendidik. Mendidik memang sulit, tapi itulah tugas guru.
Pendidikan adab kini serasa tidak menjadi prioritas di sekolah, karena semua kini diukur oleh angka, prestasi masuk PTN, nilai KSN dan lainnya. Padahal adab itu ada di urutan paling atas sebelum menjemput ilmu.
Gempuran globalisasi, tontonan tidak mendidik di media sosial, TV dan lainnya menjadi salah satu sebab utama mengapa perilaku anak-anak sekolah menjadi tidak bermoral, disamping kondisi lingkungan sekitarnya yang mendukung. Oleh sebab itu jangan heran jika peradaban negara kita semakin ke belakang dari waktu ke waktu.